Kelanawisata.id, Yogyakarta - Badan Otorita Borobudur menyelenggarakan Workshop Tata Kelola Destinasi Kawasan Pariwisata Borobudur (28/11). Pada sesi yang kedua mengundang Bapak Fadjar Hutomo yang menyampaikan materi kesiapsiagaan bencana di destinasi wisata sekaligus sosialisasi regulasi baru terkait standar usaha pariwisata melalui Peraturan Menteri Pariwisata No. 6 Tahun 2025.
Meningkatnya risiko bencana alam dan non-alam mengancam keberlangsungan sektor pariwisata. Sejumlah kejadian, mulai dari jatuhnya pendaki asal Brasil di Gunung Rinjani hingga banjir bandang terburuk di Denpasar dan krisis kekeringan di Yogyakarta menunjukkan perlunya pengelolaan risiko yang lebih sistematis.
Dalam kesempatan tersebut, Fadjar juga menjelaskan Manajemen Krisis Kepariwisataan (MKK) yang terdiri dari fase kesiapsiagaan, tanggap darurat, dan pemulihan. Pemerintah mendorong pembentukan pusat krisis pariwisata dalam TIC, penyusunan rencana mitigasi, hingga peningkatan kapasitas SDM.
Selain isu kebencanaan, Fadjar menyampaikan bahwa regulasi baru Permenpar No. 6/2025 yang diterbitkan. Poin penting yang ada dalam peraturan tersebut, yaitu standar kegiatan usaha, pengawasan PBBR, tindak lanjut hasil pengawasan, dan sanksi administratif. Hal tersebut menyelaraskan sektor pariwisata dengan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (PBBR).
Melalui Permenpar ini, jumlah KBLI pariwisata resmi disesuaikan dari 88 menjadi 77, termasuk penyusunan 24 standar usaha baru akibat perubahan tingkat risiko. Pelaku usaha diwajibkan menyediakan SDM bersertifikat kompetensi serta melakukan penilaian risiko terhadap aktivitas wisata. Kementerian Pariwisata berharap penerapan regulasi baru ini mampu meningkatkan keamanan, kualitas layanan, dan keberlanjutan destinasi pariwisata.
Acara dilanjutkan dengan diskusi forum. Salah satu peserta menanyakan mengenai black side of tourism dan radikalisasi pariwisata. Lalu, konsep menarik yang diutarakan oleh Bapak Fadjar yaitu mengenai Neuro Ekonomi Islam. Konsep tersebut membahas mengenai perlindungan diri dan jiwa, akal, mata, dan taqwa untuk deradikalisasi pariwisata.