kelanawisata.id, Yogyakarta - Tapa Bisu merupakan prosesi berjalan kaki memutari benteng Karaton Yogyakarta. Prosesi ini merupakan bagian dari refleksi kawula dalem setahun berjalannya waktu. Mlambah Budaya Mubeng Beteng dilaksanakan setiap malam 1 Suro atau 1 Muharram. Prosesi Mubeng Beteng dilaksanakan mulai pukul 00.00 WIB saat terjadi pergantian tahun.
Prosesi diawali dengan membaca tembang-tembang Macapat setelah Isya. Pembacaan tembang Macapat dilakukan oleh para abdi dalem. Macapatan tersebut dilakukan di Pelataran Kamandungan Lor. Isi yang dibacakan dalam tembang Macapat adalah lantunan doa-doa. Kegiatan tersebut dilaksanakan hingga menjelang pelaksanaan Mubeng Beteng.
Setelah prosesi pembacaan Macapat, kegiatan dilanjutkan dengan sambutan oleh Utusan Dalem Karaton Yogyakarta. Pada tahun ini, sambutan diberikan oleh KPH Purbodiningrat dan KPH Yudanegara. Dikutip dari Kratonjogja.id, dalam sambutannya, KPH Purbodiningrat menekankan prosesi yang berlangsung sebagai sarana untuk refleksi serta memberikan doa.
“Semoga dari kegiatan ini kita semua memperoleh berkah dan kesejahteraan dari Allah SWT, serta diberikan ketenteraman bagi Yogyakarta khususnya, dan bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia pada umumnya”, papar KPH Purbodiningrat dikutip dari Kratonjogja.id.
Berbunyi suara lonceng Kamandungan Lor sebanyak 12 kali, KPH Purbodiningrat menyerahkan bendera merah putih kepada perwakilan Abdi Dalem. Hal tersebut menandai berawalnya proses Mlampah Budaya Mubeng Beteng. Mubeng Beteng ini diikuti oleh ribuan rakyat. Mereka berjalan dibelakang para Abdi Dalem dan klebet-klebet.
Rute yang ditempuh sejauh kurang lebih 5 km. Berawal dari Pelataran Kamandungan Lor lalu berjalan melawan arah jarum jam. Abdi Dalem dan para peserta Tapa Bisu dilarang memakai alas kaki saat berjalan mubeng beteng. Selain itu, mereka dilarang untuk mengucap sepatah kata pun saat Tapa Bisu Mubeng Beteng. Langkah ini menjadi aksi refleksi terhadap hal yang telah dilakukan setahun kebelakang.