kelanawisata.id, Bantul - Ketika jalan-jalan ke Malioboro, tidak lengkap apabila tidak mampir ke Jalan Wijilan. Jalan yang penuh penjual sajian istimewa Khas Kota Jogja. Gudeg pertama kali dijual di Jalan Wijilan. Kini, lokasi tersebut menjadi Sentra Gudeg utama di Yogyakarta.
Sajian khas ini terbuat dari nangka muda yang dimasak dengan gula jawa. Selain nangka muda, Gudeg lengkap disajikan bersama telur swik (rebus coklat), tahu, tempe, sambel krecek, dan tentunya areh (kuah santan).
Menurut kebudayaan.jogjakota.go.id, Gudeg tidak hanya berasal dari nangka muda, melainkan juga dari rebung. Selain itu, ada pula gudeg yang terbuat dari manggar (bunga kelapa). Salah satu pelopor Gudeg Jogja yaitu Yu Djum. Gudeg terdiri dari Gudeg Basah dan Gudeg Kering. Gudeg Basah pada umumnya sama dengan gudeg kering, hanya saja ditambahkan kuah areh yang cair.
Dikutip dari Tempo, sejarah Gudeg pertama berawal ketika pembangunan Kerajaan Mataram di Kotagede. Pembabatan alas (hutan) Mentaok terdapat banyak pohon melinjo dan nangka muda. Pohon-pohon tersebut ditebang karena dianggap tidak bernilai secara ekonomis dan jumlahnya melimpah.
Keberadaan nangka muda yang melimpah menjadikan ide masyarakat setempat dalam menciptakan sajian berbahan nangka muda (gori). Bumbu yang digunakan seperti gula jawa, daun salam, santan, bawang, lengkuas, kemiri, dan ketumbar. Proses memasak gudeg dilakukan dalam kuali besar selama 12 hingga 15 jam.
Proses memasak gudeg dilakukan secara besar. Makanan tersebut secara terus menerus diaduk, sehingga muncul nama hangudeg yang berarti mengaduk. Asal mula nama Gudeg kemudian muncul dari aktivitas memasak tersebut.
Kini, sentra Gudeg berada di sisi timur Alun-alun Utara tepatnya di Kampung Wijilan. Dikutip dari Visiting Jogja, pada 1942 penjual gudeg pertama yaitu Ibu Slamet. Seiring berjalannya waktu, muncul Gudeg Campur Sari dan Gudeg Ibu Djuwariah atau Yu Djum. Kini, warung-warung penjaja sajian khas Kota Yogyakarta ini dapat anda temui di selatan Plengkung Wijilan. (R)